Dalam
al-Qur’an pun disebutkan tentang al-Hijab ini, walaupun satu ayat,
tetapi bermakna sangat dalam sekali terhadap definisi al-Hijab itu
sendiri, sehingga ayat ini diberi nama dengan “Ayat Hijab”, ayat ini
terdapat di surat al-Ahzab ayat 53, yang artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi
kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu
waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan
bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang
percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu
Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu
(menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan)
kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir.
Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak
boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini
isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya
perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.”
Ayat
ini turun berkenaan dengan hak istri-istrinya Nabi Muhammad Saw.. Pada
suatu ketika Umar bin Khaththab ra. Bertanya kepada Nabi Muhammad Saw.
tentang kewajiban memakai hijab bagi istri-istrinya Nabi Muhammad Saw.
ketika bertemu dengan orang lain, maka turunlah ayat tersebut sebagai
jawaban. Sedangkan dalam kitab al-Islam wa Qadhaya al-Mar’ah
al-Mu’ashirah di katakan bahwa, ayat ini turun berkenaan dengan
kekhawatiran Nabi Muhammad Saw. terhadap kecantikan istri beliau. yaitu
Zainab binti Jahsy.
Selain
itu, tujuan dari ayat di atas terhadap istri-istri Nabi Muhammad Saw.
adalah agar mewajibkan kepada mereka (istri-istri Nabi Muhammad Saw.)
untuk menutupi semua anggota badan selain wajah dan telapak tangan,
dengan memakai tabir ketika berada di antara orang lain yang bukan
muhrim.
Sedangkan
yang dimaksud dengan al-Hijab pada ayat di atas adalah, tabir pembatas
yang menghalangi wanita dari penglihatan orang lain, tetapi bukan
sesuatu yang dipakai seperti pakaian, celana maupun jilbab akan tetapi
berbentuk sebuah pemisah seperti tembok, hordeng dan lain sebagainya.
Mengacu pada ayat di atas bahwa ketika pada zaman Nabi Muhammad Saw.,
ada orang asing yang datang kepada istri beliau untuk bertemu
dikarenakan ada sesuatu urusan, maka Nabi pun mengizinkannya akan tetapi
memerintahkan agar istrinya bertemu dibalik tabir. Al-Hijab dalam
pengertian sebagai tabir penghalang tidak diwajibkan kepada wanita yang
bukan istri Nabi Muhammad Saw., perintah Nabi di atas bukan perintah
untuk semua wanita, tetapi khusus bagi istrinya beliau saja.
Oleh
karena itu, di zaman sekarang tidak ada satu pun wanita yang melakukan
seperti itu, dikarenakan kekhususannya. Coba bayangkan jika itu tidak
dikhususkan akan tetapi malah diperintahkan oleh semua wanita, mungkin
akan banyak efek dan kendala yang dihadapi oleh wanita, akan tidak
adanya wanita karier, akan tidak adanya wanita yang berpolitik dan lain
sebagainya. Belum lagi serangan-serangan dari para orientalis yang saat
ini belum menemukan satupun kekurangan dalam Islam, mungkin akan
mengkritik tentang masalah ini, jika seandainya perintah ini bagi
seluruh wanita. Maka pantaslah jika Islam adalah agama yang mudah dan
juga fleksibel bagi pemeluknya, sehingga pemeluknya pun tidak akan
merasa keberatan ataupun kesusahan ketika menjalankan syariat-syariat
Allah, sehingga malulah kita terhadap Allah SWT. yang memberikan
kemudahan kepada umat Nabi Muhammad Saw. akan tetapi kita tidak menjalankan syariatnya Allah SWT, Na’udzubillah. Wallahu’alam
No comments:
Post a Comment